Kamis, 07 Juni 2012

Teror di Tanah Papua, Apa Sebabnya?

Di Papua sering terjadi kesalahpahaman antar suku VIVAnews - Aksi teror dan kekerasan terus saja terjadi di tanah Papua. Setelah seorang warga Jerman, Dietmar Pieper, menjadi korban. Baru-baru ini tiga orang menjadi korban penembakan dalam dua insiden berbeda. Penembakan pertama terjadi di depan kantor Kantor Wilayah Perhubungan, sekitar 30 kilometer dari markas Polda Papua. Dalam penembakan ini, dua warga sipil menjadi korban, yakni Iqbal Rifai dan Hardi Jayanto. Penembakan kedua terjadi di Jalan Abepura dan seorang anggota TNI menjadi korban. Menanggapi hal ini, Kepala Badan Reserse Kriminal Mabes Polri Komisaris Jenderal Polisi Sutarman mengakui bahwa di Papua sering terjadi kesalahpahaman antar suku. Persoalan kecil yang terjadi di antara satu dua orang, sering meluas dengan melibatkan suku masing-masing. "Mereka membawa sukunya menyerang suku lain sehingga terjadi kerusuhan," kata Sutarman di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu 6 Juni 2012. Sutarman mengatakan, polisi harus mengedepankan langkah-langkah persuasif untuk menyelesaikan persoalan itu. Salah satunya adalah dengan menyampaikan kepada kelompok bertikai dengan menyelsaikan persoalan tidak dengan cara perang atau kekerasan. "Budaya di sana kalau menyelesaikan persoalan dengan cara balas dendam. Jadi banyak sekali persoalan di Papua ini yang menimbulkan korban jiwa yang harus dibayar mahal oleh antar kelompok," kata mantan Kapolda Metro Jaya ini. Meskipun sering terjadi teror, kepolisian tidak menetapkan status siaga satu untuk wilayah Papua. Sutarman lebih memilih mengirimkan tim kesana untuk melakukan back up keamanan. "Kami sudah ada di sana lama, komunikasi antardaerah sulit dan juga transportasi juga sulit. Sehingga kejadian yang melibatkan massa banyak juga membutuhkan transportasi yang juga sulit. Mungkin terlambat kita di sana, kami akan kesana tapi kalau di daerah pedalaman sulit," ujar dia. Sutarman yang juga mantan Kapolda Jawa Barat itu menambahkan bahwa kasus kekerasan yang terjadi di Papua tidak semua terkait dengan Freeport. Pada umumnya didominasi oleh perselisihan antar kampung. "Berawal dari masalah kecil," ucapnya. Selain jalan persuasif dalam hal penyelesaian, Sutarman juga mengedepankan proses adat dan kekeluargaan daripada hukum. "Kalau memang bisa diselesaikan secara adat kami dorong sehingga persoalan selesai tanpa melibatkan masyarakat banyak, kalo bisa diselesaikan masyarakat sendiri kita akan mendorong," kata Sutarman. (adi)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar